November 2017

Dirilis oleh Tirto.id, Setnov kembali ditetapkan sebagai tersangka Kasus E-KTP. Penetapan “Papa” Setnov itu diketahui berdasarkan surat dimulainya penyidikan dengan nomor B-619/23/11/2017 dan ditandatangani oleh Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal Polisi Aris Budiman. Salah satu bukti jika Setnov memiliki kekuatan khusus, dia bisa lepas dari jeratan KPK sebelumnya. Lucunya, bentuk otentik sprindik kali ini tersebar bebas di media sosial, tiba-tiba teringat perkara bocornya sprindik Anas Urbaningrum, Jero Wacik, Dll.

Dalam artikel ini saya hanya ingin menyampaikan betapa Hukum di Negeri kita ini memiliki relasi kuat dengan kekuasaan, oleh sebab itu dianggap sebagai suatu institusi sosial. Praktik Hukum di Indonesia tidak bekerja menurut pertimbangannya sendiri, melainkan dengan memikirkan apa yang baik dilakukan bagi masyarakat, membuat keputusan yang pada akhirnya bisa memberikan kontribusi terhadap efisiensi produksi masyarakat. Jadi janganlah heran ketika masyarakat mempertanyakan kembali kredibilitas kinerja KPK.

Untuk melakukan hal tersebut, melihat fakta yang terjadi, Hukum membutuhkan kekuasaan untuk menjalankan fungsi-fungsinya, mengoperasikan seluruh proses dan perilaku masyarakat. Tetapi Hukum juga tidak bisa melakukan pembiaran terhadap kekuasaan yang menunggangi kekuatan Hukum. Hingga akhirnya kita semua bisa berasumsi bahwa Hukum tanpa kekuasaan akan tinggal sebagai angan-angan atau ide belaka. Kekuasaan yang bentuknya sangat murni tidak bisa menerima batasan-batasan, sebaliknya justru Hukum itu bekerja untuk memberikan batasan terhadap kekuasaan. Inilah konflik yang rentan terjadi antara Hukum dan kekuasaan.

Relasi Hukum dan kekuasaan tidak hanya terwujud seperti yang dikemukakan diatas, yaitu sebagai sarana pengontrol kekuasaan dan membatasi kekuasaan. Ia juga menyalurkan serta memberikan kekuasaan kepada kelompok masyarakat. Masyarakat yang memiliki kekuasaan terkadang tidak membutuhkan Hukum sebagai sarana distribusi kekuasaan. Tetapi terhadap masyarakat yang dikontrol oleh Hukum, menganggap kekuasaan hanya bisa didapatkan melalui instrumen Hukum. Dengan demikian, maka Hukum merupakan sumber kekuasaan, dan dialah kekuasaan itu sendiri. Darinya, kekuasaan itu terdistribusi dengan merata, mengalir dari individu hingga kelompok masyarakat. Singkat kata, Institusi Hukum hanya bisa berjalan dan berkembang di lingkungan sosial dan politik yang dikendalikan secara efektif oleh Hukum. Suatu masyarakat yang berkehendak untuk diatur oleh Hukum tetapi tidak bersedia kekuasaannya dibatasi dan dikontrol, hal demikian bukan merupakan lingkungan yang kondusif bagi berkembangnya Institusi Hukum.

 

Read more

Karl Mannheim mendefenisikan sebuah generasi adalah sebuah kelompok yang terdiri dari individu yang memiliki kesamaan dalam rentang usia, dan berpengalaman mengikuti informasi peristiwa sejarah penting dalam satu periode waktu yang sama. Mannheim juga berkata kesadaran sosial dan pencapaian kedewasaan dari kaum muda akan berjalan seiring dengan waktu dan tempat (dimana kejadian sejarah dalam era tersebut akan berpengaruh secara signifikan).

Generasi Z di Indonesia mempunyai kecenderungan lebih bebas dalam berpikir dan menentukan pilihannya. Pengaruh perkembangan Global dan komunikasi antar negara yang tanpa batas lagi, membuat masyarakat Indonesia khususnya generasi Z terbuka terhadap gagasan yang bersumber dari berbagai negara di seluruh dunia.

Hasilnya, kecenderungan Generasi Z bersikap bebas dan terbuka dibanding Para Politisi sekarang yang berasal dari Generasi Baby Boomer jika ditinjau dari periode kelahiran menurut Teori Karl Mannheim.
Sejak kelahirannya Generasi Z tidak hanya mengenal teknologi, tetapi mereka sudah akrab dengan teknologi yang canggih dan pesat saat Generasi Z dalam kandungan, mereka sudah berinteraksi melalui alat USG pendeteksi kandungan.

Setelah memasuki usia sekolah dasar mereka pun juga mampu melakukan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan dunia maya. Misalnya mereka dapat menyelam dan berselancar di situs-situs internet, sambil berinteraksi di media sosial dan mendengarkan musik.

Fenomena diatas menunjukkan bahwa Generasi Z tentu sangat akrab dengan teknologi. Jika dulu warung internet (Warnet) adalah lapangan bagi anak-anak dan remaja untuk bermain dalam dunia maya, beberapa tahun kedepan akan tergantikan dari semula Warnet menuju ke rumah masing-masing. Mereka dapat mengakses internet dengan bebas dan cepat melalui perangkat mobile pribadi mereka.

Modernitas Dan Konektivitas

Modernitas bukan hanya dunia baru, tetapi juga zaman baru. Dengan kata lain, konsep ini dipahami sebagai konsep waktu, temps moderns menurut Budi Hardiman dalam bukunya yang berjudul Menuju Masyarakat Komunikatif, zaman modern, yaitu periode setelah zaman kuno dan zaman abad pertengahan.

Modernitas adalah kesadaran akan kebaruan, tetapi kesadaran itu tidak melupakan masa silam. Sebagai konsep waktu, kesadaran ini membentangkan sejarah sebagai proses terarah, dan didalamnya manusia mengalami waktu sabagai sumber yang langka untuk memecahkan masalah.

Dengan kelangkaan itulah manusia memandang masa kini sebagai proses peralihan ke masa depan yang diharapkan berbeda. Karena itu konsep-konsep yang bertalian dan berelasi dengan modernitas adalah suatu kemajuan, keharusan, revolusi, emansipasi, pembangunan, krisis, perubahan sosial, dan sebagainya. Konsep Hegel ini melihat waktu sebagai sesuatu yang tidak terulangi, dan modernitas itu sendiri sama sekali baru dan ciri-cirinya tidak bisa diukur menurut kriteria zaman lain.

Tak lama lagi, semua manusia di Bumi akan terhubung. Dengan lima miliar manusia lagi yang siap merambah dunia maya, ledakan konektivitas digital akan menghasilkan peningkatan dalam produktivitas, kesehatan, pendidikan, kualitas hidup, dan berjuta kesempatan lain di dunia nyata. Dan semua manusia akan merasakannya, mulai dari pengguna paling elit (kaum borjuis), hingga jenjang masyarakat terbawah (kaum proletar) menurut Marx.

Namun, konektivitas punya arti tersendiri bagi setiap manusia, karena masalah yang perlu dibenahi itu sangat bervariasi. Yang tampaknya lompatan terkecil bagi sebagian manusia, seperti ponsel cerdas, mungkin akan luar biasa bagi kelompok manusia lainnya, ibarat pulang pergi ke kantor dengan mobil tanpa sopir bagi yang lainnya.

Kita semua akan mendapatkan kondisi bahwa konetivitas di dunia maya membuat kita lebih sederajat. Konektivitas memang tak menghapus kesenjangan penghasilan, tapi sebenarnya dapat meringankan beberapa beban yang sulit teratasi, seperti minimnya kesempatan belajar dan peluang-peluang ekonomi.

Proses berpikir kita akan terstimulasi dan daya kreatif pun melejit, bukan terhambat. Tentu saja, dunia akan penuh berisi Ponsel, hologram yang memungkinkan versi virtual anda berada ditempat lain, serta jumlah konten yang tiada habisnya, sehingga ada banyak cara untuk menunda dan bermalas-malasan. Namun intinya, ketika anda memilih untuk produktif, anda bisa melakukannya dengan kapasitas yang lebih besar dan bermanfaat.

Read more