Kembali Ke Fitrah ; Idul Fitri Sebagai Momen Rekonsiliasi Keumatan

Idul fitri dimaknai sebagai kembali ke fitrah, atau kembali pada manusia semula yakni ibarat bayi yang baru lahir. Setelah satu bulan digembleng oleh bulan yang luar biasa, maka umat Islam telah dilebur dosanya sehingga tak ada cela. Inilah yang diumpamakan bayi yang baru lahir yang masih suci. Ketika umat islam meraih kesucian dan mendapat ampunan dosa dari sang Maha Kuasa; Pemilik dari segala kepemilikan, maka mereka pun bersilaturahmi dan saling memaafkan dengan sesama manusia.

Idul fitri menjadi momentum untuk saling meminta maaf dan memaafkan (islah), khususnya kepada orang-orang yang kepadanya kita pernah berbuat salah. Walapun sebenarnya permintaan maaf ini tidak harus dilakukan pada hari raya, tapi bisa kapan saja. Namun terkadang orang menunggu waktu yang tepat seperti hari idul fitri. Ajang silaturahmi dan bermaafan ini tak hanya dilakukan kalangan muslim namun semua umat beragama di bumi ini. Sebuah pemandangan yang tak pernah dijumpai pada hari apapun. Maka tak heran jika idul fitri disebut sebagai hari rekonsiliasi atau silaturahmi akbar. Yang jauh jadi dekat, yang musuh jadi kawan dan yang kawan seperti saudara. Semua agama, golongan dan suku menyatu dalam kebersamaan, tak ada perbedaaan. Satu warna bendera yakni sang saka Merah Putih dan satu landasan dasar negara yakni Pancasila.

Untuk itu momentum idul fitri sebaiknya digunakan sebagai momentum rekonsiliasi nasional. Bagi mereka yang kerap menggunakan konflik dan kekerasan atas nama agama, Idul Fitri menjadi momen ideal untuk mengakui kekhilafan serta memohon maaf kepada yang terluka. Permohonan maaf itu diikuti dengan mempertanggungjawabkan tindakan yang tidak terpuji tersebut di hadapan hukum. Untuk mereka yang kerap memainkan nasib anak bangsa ini di tangan mereka melalui rupa-rupa bentuk penguasaan aset dan akses ekonomi secara tidak sah dan membabi buta, Idul Fitri menjadi saat yang tepat untuk bertobat. Bentuknya, dengan menghentikan beragam praktik penghisapan atas kebutuhan rakyat itu untuk selama-lamanya.

Idul Fitri mengajarkan bahwa pemberian maaf dan rekonsiliasi adalah di antara dua sifat manusia yang paling mulia, dengan tetap menjunjung tinggi penyingkapan kebenaran itu sendiri. Dengan begitu, Idul Fitri dengan sendirinya membuka ruang untuk berdamai, bersatu padu, bergotong royong mengatasi persoalan secara bersama-sama.

Tidak bisa dipungkiri, bagi sebagian besar masyarakat, tahun 2016 kali ini dilalui dengan sejumlah masalah-masalah sosial. Pada titik itulah, kebersamaan sesama anak bangsa merupakan keniscayaan. Karena itu, sikap mementingkan diri sendiri dan kelompok dari sebagian elite kita bukan saja tidak pantas, melainkan telah melukai semangat kebangsaan. Maka dari itu, Idul Fitri mestinya mampu menggugah nurani para setiap manusia untuk mengedepankan aksi yang solutif untuk bangsa ini, menjunjung tinggi integritas moral, dan yang terpenting, menyejahterakan rakyatnya, bukan dirinya, keluarganya, juga kelompoknya. Mohon maaf lahir batin, ayo merawat indonesia. Selamat hari raya Idul Fitri 1437 Hijriah.