Di bogor, seorang perempuan jalan terseok-seok di beranda rumah nya, anggapanku ia bersedih. Ternyata salah, ia merayakan kemenangannya dengan cara yang berbeda.
Mulutku menegurnya, sesaat setelah aku menikmati raut wajahnya yang berkeluh kesah menjalani hari-harinya.
Melalui air matanya, dia benar-benar menerjemahkan kemenangannya dengan kuat dan sebaik-baiknya perempuan. Melalui suaranya, dia menyambung kalimat-kalimat dengan penuh keikhlasan.
Badanku menghampirinya, dan menuntunnya kembali ke pintu rumahnya, berharap dia kembali menemukan kebahagiaan yang sempat meninggalkannya beberapa waktu yang lalu.
Hampir setiap detik momen itu tak ada kulewatkan. Ingatanku tentangnya masih segar. Iya, sesegar jeritannya saat menyebut nama lelaki yang pernah bermukim dihatinya. Tangannya merangkul lenganku menuju ke pintu rumahnya.
Kantung matanya yang menggambarkan ketegarannya, memaksa menghindari kesedihannya. Mungkin karena dia tahu bahwa sedih jangan pernah diberikan waktu terlalu lama. Sebab akan mengakar dan menutup pintu kebaikan, menutup hati.
Dia sangat peduli dengan pasangannya, lebihdari dirinya sendiri. Dia paham cara menyenangkan pasangannya, tentunya lebih dari dirinya sendiri.
Hari ini, rabu, perempuan itu kali ini tidak hanya merangkul lenganku, tetapi juga merangkul pikiranku, cita dan cintaku. Kali ini aku menuntunnya tidak hanya sampai kepintu rumahnya, tetapi juga kedalam hidupnya, demi memastikan kebahagiaan ada didepan mata nya.
Jhon, 2020.