Kondisi pasca bergulirnya reformasi (1998), membawa indonesia semakin terjun bebas dalam kebangkrutan dan di ambang negara gagal (failed state), akibat kondisionalitas neoliberal (liberalisme ekonomi berjubah malaikat) yang semakin hari semakin hegemonik dan mengakar. Kondisi terjajah yang lebih parah dari masa revolusi kemerdekaan 1945, keterjajahan tanpa perlawanan! Sangat ironis! Bukan reformasi yang salah adinda, tetapi ketidaksiapan secara kolektif kaum intelektual dan pergerakan nasionalis-patriotik organik dalam menghadapi transisi kekuasaan, sehingga muncul euphoria, konflik elit dan dari dalam dan intervensi kekuatan imperialisme tanpa disadari telah memposisikan, menkonstruksi dan mendesain indonesia sebagai negeri yang secara esensif tidak berdaulat, konsumtif, ditelanjangi martabat jati diri budaya bangsanya dan terjebak dalam prosedur-prosedur yang (katanya) demokrasi. Dalil demokrasi pun dinyanyikan merdu dimana-mana seperti halnya suara vokalis band dewa 19 yaitu ahmad dhani. Beliau akhir-akhir ini sering menyapa beberapa masyarakat DKI Jakarta melalui media televisi. Semoga nilai demokrasi yang dinyanyikan itu tidak bersifat western-liberalistik. Selanjutnya, metode strategi kaum imperialis yang disinggung diatas itu lebih maju, bahkan sudah jauh masuk menghantam, mengkebiri, menusuk dan meracuni nilai dasar kebangsaan kita melalui aturan-aturan nasional (liberalisasi undang-undang), disisi lain kaum patriotik-aktivis nasionalis terus tersegmentasi dalam konflik pragmatik, yang memang sengaja diciptakan agar tetap terpecah-pecah dalam konflik remeh temeh dan merebaknya kolaborasi syahwat kuasa ilutif elit politik dan pimpinan-pimpinan nasional..
Namun, sejarah bangsa ini, telah mencatat peran kaum muda sebagai garis pelopor (popular front) dalam melakukan perubahan, merebut kemerdekaan, memperjuangkan nilai-nilai keadilan, pembelaan terhadap kaum tertindas dan menjebol tirani penjajahan (ibarat tim sepak bola manchester united merobek gawang manchester city). Sebuah proses sejarah yang cukup fenomenal, orisinil, aktual dan progresif dalam lembar sejarah bangsa yang melahirkan konsekuensi keberlanjutan tugas sejarah bagi kaum muda indonesia. Namun mampukah kaum muda indonesia berhadap, bangkit dan mengembalikan kedaulatan untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial, betul-betul kembali menjadi milik rakyat, bangsa dan negara ini. Sebab kalau kita melihat sejarah, secara fitrah memiliki watak moral pembelaan terhadap ketidakadilan sosial dan diberkahi-Blessing Of God-sensitivitas dalam perjuangan politik pembebasan serta merta merebut kekuasaan dalam kerangka mewujudkan kemerdekaan dari segala bentuk, varian, menu penjajahan.
Kaum muda indonesia dalam era gerakan sosial baru, harus dapat mendorong spirit nasionalisme dan pluralisme, yakni bukan sekedar menjebol tirani tapi juga membangun secara konsepsi dan merealisasikannya melalui riil republik secara kolektif-progresif dengan watak keadilan..
Kesadaran moralitas sosial dan perjuangan politik, tidak dapat dipisahkan. Moral Force semata hanya akan melahirkan sikap-sikap reaksioner dan tidak berkelanjutan. Begitu pula Political Struggle An Sich seringkali menjerumuskan kaum muda dalam giat politik pragmatis, terseret dan terkondisikan dengan konsensus elitis yang cenderung anti sosial dan anti keadilan. Perjuangan moral dan politik merupakan kesatuan dinamis yang berfaedah memberikan ruang kritik-otokritik dalam perjalanan perjuangan dalam mewujudkan negara yang menjunjung sistem demokrasi subtantif berkelanjutan..
Keberlanjutannya mensyaratkan adanya kesadaran dan persatuan kolektif yang terkelola secara sistemik untuk mengantarkan menuju capaian visi-misi tanpa melihat perbedaan latar belakang ras,agama dan suku. Disini organisasi perjuangan lahir, sebagai kesadaran dan kebutuhan bersama serta tanggung jawab sosial kemanusiaan untuk menggalang rasa kebersamaan, menghargai keberagaman, mewujudkan kesejahteraan dan keadilan untuk rakyat. Organisasi bukan semata wadah yang statis, namun merupakan motor laju bergerak yang dinamis, ada proses mengarungi gelombang badai samudera yang cetar menurut syahrini, serta arah capian labuhan akhir..
Melawan rezim neoliberalisme dan ketidakadilan sistemik tidak bisa hanya dalam skema perjuangan politik yang sporadis, mesti didorong mewujudkan perjuangan semesta. Neoliberalisme hanya mampu dilawan dengan akar kekuatan nasionalisme profetik – pluralisme dan popular, konsekuensi logisnya mesti melakukan pergerakan popular (merakyat) yang tidak hanya sekedar jargon dan buaian verbal. Nasionalisme-pluralisme-
Yakin Usaha Sampai.. Merdeka.!!