Bukan lautan hanya kolam susu, kail dan jalan cukup menghidupimu. Tiada badai tiada topan kau temui, ikan dan udang menghampiri dirimu. Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Demikian penggalan lirik lagu dari koes plus yang berjudul kolam susu. Bait-bait ini menggambarkan betapa kayanya negeri ini, jika dimanfaatkan dengan baik dapat digunakan untuk kesejahteraan umum. Seperti perintah Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 2,”Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Secara umum, bisa dikatakan pelaksana negara gagal menunaikan kewajibannya untuk “melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.” Mengapa pelaksana negara bisa dikatakan gagal?
Pada basis material, perwujudan masyarakat adil makmur dibegal oleh keserakahan kapitalisme predatoris. Usaha bersama berlandaskan semangat tolong-menolong tertikam oleh semangat individu yang mematikan. Kemakmuran masyarakat disisihkan oleh kemakmuran orang-seorang. Kesenjangan sosial melebar, menjauh dari cita-cita keadilan sosial. Kekayaan alam yang seharusnya dikuasai oleh negara malah makin dikuasai, dihisap oleh pemodal dan orang asing. Penyebab lainnya menyoal missed persepsi dalam menerjemahkan pancasila, pemerintah sebagai institusi tertinggi bertanggung jawab untuk merasionalisasikan dan mengkampanyekan secara positif nilai-nilai pancasila kepada seluruh masyarakat indonesia sekaligus pemantik terlaksananya hal tersebut. Pancasila sebagai ideologi negara harusnya dijadikan acuan beraktivitas dalam bermasyarakat dan bernegara (pandangan hidup) karena setiap ideologi idealnya harus mampu memadukan tiga unsur: pengetahuan, keyakinan dan tindakan seperti jargon yang sering dilontarkan di hmi, ilmu-iman-amal padu mengabdi. Sebab pertama, ideologi mengandung komponen paradigma pengetahuan berisi seperangkat prinsip, doktrin, teori, yang menyediakan kerangka penafsiran dalam memahami realitas sosial. Kedua, ideologi mengandung seperangkat keyakinan-keyakinan yang berisi tuntunan normatif-preskriptif yang menjadi pedoman hidup. Ketiga, ideologi mengandung dimensi tindakan sebagai ejawantah dari unsur-unsur keyakinan dan pengetahuan.
Dengan melihat kesalahan yang dilakukan pemerintah hari ini. Kita semua sebagai masyarakat umum harus bangkit dari tidur panjang seiring fenomena menjamurnya gerakan radikalisme-ekstrimis, neokapitalis-neoliberalis yang menyetubuhi pranata-pranata sosial negeri ini dan tanpa disadari mereka ingin mematahkan secara perlahan “sayap-sayap pancasila”. Alangkah tidak eloknya ketika kita semua menyalahkan pemerintah dan disisi lain tak ada gerakan inisiatif yang dilakukan untuk mengubah dan memperbaiki kondisi yang bisa dianggap sakit. Oleh karena itu, sosialisasi membumikan nilai-nilai pancasila adalah keniscayaan bagi setiap masyarakat indonesia demi menjaga spirit peradaban dan menjadikan pancasila sebagai konsep praktik-ideologis yang melayani kepentingan horizontal dan sarana kritik kebijakan negara. Menjadi pemberdaya dan pembawa api perubahan di tengah-tengah masyarakat. Nilainya harus bekerja untuk mendorong kekuatan sipil, peningkatan kapasitas warga di berbagai bidang, dan menjadi jembatan advokasi sebagai upaya memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya gerakan rakyat atas kemajuan dan hak-hak masyarakat. Bukan sebaliknya, hanya dijadikan buaian verbal-simbolik dan final bahkan menakutkan seperti potret pancasila pada rezim orde baru yang melayani kepentingan vertikal (negara), ibarat pisau yang digunakan untuk membunuh hak-hak sipil, politik, budaya dan hukum.
Setiap bangsa wajib memiliki dan meyakini suatu konsepsi dan cita-cita sesuai dengan kondisi dan tantangannya yang disepakati menyangkut kepentingan hidup bersama. Gardner (cendekiawan Amerika Serikat), mengatakan,”Tidak ada bangsa yang dapat mencapai kebesaran jika bangsa itu tidak percaya kepada sesuatu, dan jika sesuatu yang dipercayainya itu tidak memiliki dimensi-dimensi moral guna menopang peradaban besar.” Hal ini yang dimaksud adalah pancasila. Masyarakat indonesia mestinya meyakini konsepsi pancasila sebab setiap butir-butirnya telah mewakili beberapa kondisi bangsa indonesia secara umum, yang lahir karena pengalaman dan sejarahnya lebih sesuai dan merupakan sintesis dari keragaman paham, agama, budaya, serta harapan yang tumbuh-berkembang di negeri ini. Butir pertama, mewakili segala aliran agama dan kepercayaan. Butir kedua, mewakili segala paham dan cita-cita sosial-kemanusiaan yang bersifat transnasional. Butir ketiga, mewakili kesatuan bangsa yang berangkat dari kebhinnekaan kesukuan. Butir keempat mewakili segala paham mengenai kedaulatan. Butir kelima, mewakili segala paham keadilan sosial-ekonomi.
Kelima butir itu ditopang oleh beberapa haluan ideologi yaitu sosio-religius, sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi dan disatukan menjadi pancasila. Sosio-religius terkandung pada sila pertama merupakan prinsip religiusitas (ketuhanan) yang memiliki semangat berkebudayaan, saling menghormati satu sama lain. Sosio-nasionalisme terkandung dalam perpaduan sila kedua dan ketiga merupakan prinsip kebangsaan yang menjunjung tinggi perikemanusiaan ke dalam dan ke luar (persatuan dunia), bukan kebangsaan yang menyendiri atau biasa sering diistilahkan dengan kata chauvinisme. Sosio-demokrasi terkandung dalam perpaduan sila keempat dan kelima merupakan prinsip demokrasi yang berorientasi keadilan sosial, sintesis antara demokrasi-politik dan demokrasi-ekonomi, yang berpartisipasi dan emansipasi di bidang politik dan ekonomi. Ketiga haluan ideologi tersebut juga bisa diibaratkan perasan dari sila-sila yang hidup didalam pancasila. Sosio-religius, sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi masih mampu dikerucutkan lagi hingga melahirkan paham yang begitu sangat dinamis, yaitu GOTONG ROYONG.
Gotong Royong adalah paham yang dinamis, lebih dinamis dari kekeluargaan. Oleh karena itu, dengan ber-Gotong Royong, cita-cita yang dirancang oleh para pendiri bangsa melalui empat basis negara pelayan dapat kita raih bersama: melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam kemajemukan karakter masyarakat indonesia, Gotong royong adalah nilai fundamental bangsa ini. Menurut Bung Karno, Gotong Royong adalah intisari pancasila sebagai sistem nilai, sistem pengetahuan dan sistem perilaku bersama. Gotong royong adalah pembanting tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-membantu bersama. Holopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama. Itulah Gotong Royong !